sumber gambar:puskesmasbanyuasin.blogspot.com |
Pemberian nama Banyuasin Kembaran terjadi pada jaman kewalian Bethara
Loano yang sedang melakukan pengembaraan bersama punokawan ( Pengikut )
pada jaman Maja pahit.
Ketika itu, mereka sampai disebuah gunung yang disebut gunung bayem (
sekarang disebelah timur desa Banyuasin Kembaran, berupa hutan pinus ),
dan melakukan penanaman sayur-sayuran. setelah mendapat hasil panen yang
baik ternyata mereka belum mempunyai garam untuk memasaknya. untuk itu
bethara Loano berikhtiar untuk mendapatkan garam. berkat kesaktiannya,
maka dengan menancapkan tongkat ketanah keluarlah air yang rasanya asin,
dan kemudian sekitar mata air itu berubah menjadi laut yang didalannya
hidup ikan-ikan ( Pethek ). Dan karena ada sumber air yang asin itulah
desa di dekat mata air itu dinamakan desa Banyuasin.
Namun ternyata, banyak penduduk desa Banyuasin yang mendapat pesan dalam mimpi agar sumber air itu disumbat/ditutup dengan kepala kerbau putih ( Bule ) yang dibungkus dengan ijuk, karena bila tidak dikerjakan desa Banyuasin Kembaran akan ditimpa bencana yaitu tenggelam oleh air laut yang bersumber dari mata air asin tersebut. Pesan dalam mimpi tersebut kemudian dilaksanakan, lengkap dengan upacara-upacara. Dan akhirnya sumber air itu ditutup oleh kepala kerbau bule yang dibungkus dengan ijuk.
Kemudian, desa Banyuasin akhirnya berkembang hingga mempunyai pemerintahan sendiri yang dipimpin oleh kyai Rewok dan Nini Rewok selaku perintisnya. Namun tempat ataupun prasati yang menandakan/menyebutkan nama pemerintahan waktu itu sampai kini belum ditemukan.
Kemudian di Desa Banyuasin timbul dua pemerintahan yaitu Banyuasin Separe dan Banyuasin Kembaran karena adanya sungai yang membelah desa Banyuasin tersebut menjadi dua bagian. Sungai tersebut dikenal dari kata separo atau setengah, yang berarti setengah bagian dari Banyuasin tersebut. Sedangkan desa Banyuasin Kembaran memperoleh nama tersebut karena untuk mengabadikan nama seorang kyai yang meninggal paling dahulu diantara teman-temannya dalam usaha menyingkir karena tidak suka penjajahan Belanda, Kyai tersebut bernama Kyai Kembar.
Pemerintahan desa pertama kali diadakan pada saat kedatangan kyai Trunosono yang berasal dari yogyakarta. Kyai Trunosono datang ke Banyuasin sekitar awal abad ke 18, karena beliau tidak dapat menerima penjajahan Belanda.
Kedatangan Kyai Trunosono di Banyuasin disertai oleh teman-teman beliau yang juga tidak sudi dijajah Belanda yaitu Kyai Bolu, Kyai Paing dan Kyai Kembar, serta banyak lagi teman-teman seperjuangan lainnya yang belum diketahui namanya.
Suatu ketika, salah satu pengikut Kyai Trunosono yang bernama Kyai Kembar meninggal dunia dan dimakamkan disuatu tempat ( sekarang disebelah barat pasar Banyuasin ). Untuk menghormati beliau maka nama desa Banyuasin deberi tambahan nama menjadi desa Banyuasin Kembaran, yang terdiri dari empat dukuh ( sekarang dusun ), yaitu :
Namun ternyata, banyak penduduk desa Banyuasin yang mendapat pesan dalam mimpi agar sumber air itu disumbat/ditutup dengan kepala kerbau putih ( Bule ) yang dibungkus dengan ijuk, karena bila tidak dikerjakan desa Banyuasin Kembaran akan ditimpa bencana yaitu tenggelam oleh air laut yang bersumber dari mata air asin tersebut. Pesan dalam mimpi tersebut kemudian dilaksanakan, lengkap dengan upacara-upacara. Dan akhirnya sumber air itu ditutup oleh kepala kerbau bule yang dibungkus dengan ijuk.
Kemudian, desa Banyuasin akhirnya berkembang hingga mempunyai pemerintahan sendiri yang dipimpin oleh kyai Rewok dan Nini Rewok selaku perintisnya. Namun tempat ataupun prasati yang menandakan/menyebutkan nama pemerintahan waktu itu sampai kini belum ditemukan.
Kemudian di Desa Banyuasin timbul dua pemerintahan yaitu Banyuasin Separe dan Banyuasin Kembaran karena adanya sungai yang membelah desa Banyuasin tersebut menjadi dua bagian. Sungai tersebut dikenal dari kata separo atau setengah, yang berarti setengah bagian dari Banyuasin tersebut. Sedangkan desa Banyuasin Kembaran memperoleh nama tersebut karena untuk mengabadikan nama seorang kyai yang meninggal paling dahulu diantara teman-temannya dalam usaha menyingkir karena tidak suka penjajahan Belanda, Kyai tersebut bernama Kyai Kembar.
Pemerintahan desa pertama kali diadakan pada saat kedatangan kyai Trunosono yang berasal dari yogyakarta. Kyai Trunosono datang ke Banyuasin sekitar awal abad ke 18, karena beliau tidak dapat menerima penjajahan Belanda.
Kedatangan Kyai Trunosono di Banyuasin disertai oleh teman-teman beliau yang juga tidak sudi dijajah Belanda yaitu Kyai Bolu, Kyai Paing dan Kyai Kembar, serta banyak lagi teman-teman seperjuangan lainnya yang belum diketahui namanya.
Suatu ketika, salah satu pengikut Kyai Trunosono yang bernama Kyai Kembar meninggal dunia dan dimakamkan disuatu tempat ( sekarang disebelah barat pasar Banyuasin ). Untuk menghormati beliau maka nama desa Banyuasin deberi tambahan nama menjadi desa Banyuasin Kembaran, yang terdiri dari empat dukuh ( sekarang dusun ), yaitu :
- Dusun Ketawang
- Dusun Sebelik
- Dusun Gupakan ( sekarang berganti Gupaan )
- Dusun Dukuh
Kyai Trunosono sendiri memerintah di desa Banyuasin ini cukup lama karena mencapai 80 tahun lamanya.
Sejak akhir abad ke-17 yaitu kira-kira tahun 1786, terdapat sesuatu yang
unik di daerah ini yaitu pasar yang kegiatan jual belinya pada malam
hari. Pasar ini dilagsungkan pada malam hari karena adanya kepercayaan
pada Dayang pasar tersebut yang sumbing sehingga malu kalau keluar pada
siang hari.
Pada pertengahan abad ke-18 ( sekitar tahun 1866 ), Kyai Trunosono
meninggal dunia dan dimakamkan di tempat yang diperkirakan di sebelah
barat pasar. Kemudian digantikan oleh putra beliau yang bernama Kyai
Trunodrono yang memerintah kurang lebih 60 tahun, yaitu sekitar tahun
1866 hingga sekitar tahun 1926. Pada masa pemerintahan beliau, pasar
malam tetap berlangsung meskipun telah dilakukan usaha-usaha untuk
merubahnya menjadi pasar siang hari.
Setelah Kyai Trunodrono meninggal, Pemerintahan desa dipegang oleh Bapak
Hardjowikarto mulai tahun 1926 hingga tahun 1974. Pada masa
pemerintahannya beliau dibantu oleh Bapak Tjitrosumarto selaku carik (
Sekarang Sekaris Desa ) yang meninggal pada tahun 1960 dan digantikan
oleh Bapak S Pawiro Soetrisno yang memegang jabatan tersebut.
Setelah Bapak Hardjowikarto diberhentikan dengan hormat karena usia
lanjut, terjadi kekosongan jabatan lurah. untuk sementara jabatan
tersebut dipegang oleh Bapak Praptodihardjo ( kaur Pemerintahan ) selama
kurang lebih 3 bulan. Baru setelah itu jabatan Kepala Desa dipegang
oleh Bapak Soedarsono hingga tahun 1979.
Setelah kurang lebih 5 tahun beliau diberhentikan dari jabatannya karena
melanggar Undang-undang no. 5 tahun 1979, terjadi lagi kekosongan
jabatan Kepala Desa dan dipegang sementara lagi oleh Bapak
Praptodihardjo sementara kurang lebih 6 bulan. Setelah itu diadakan
pemilihan lurah pada tahun 1980, maka terpilihlah Bapak Panoet sebagai
kepala Desa.
Selama beberapa kali masa pemerintahan kepala desa ( Lurah ), masalah yang selalu dihadapi adalah masih berlangsungnya pasar malam hari. Akibat adanya pasar malam itu, tingkat kriminalitas di desa Banyuasin Kembaran sangat tinggi meliputi pencurian, penipuan, perkelahian dan banyak gadis-gadis yang hamil di luar pernikahan.
Mengingat hal tersebut diatas maka Bapak Camat Loano yaitu Bapak. Drs. Nachrowi Arief dengan menggunakan berbagai pendekatan informal maupun formal, bersama Kepala Desa Banyuasin Kembaran berusaha mengubah kegiatan pasar malam menjadi pasar siang. Upacara peresmian ini dilakukan oleh Ibu Soepantho selaku Ketua Tim Penggerak PKK Tingkat Kabupaten Purworejo. Peresmian di tandai dengan pemberian pohon beringin oleh Ibu Soepantho untuk selanjutnya ditanam di dekat pasar tersebut.
Pernyataan pengubahan pasar malam menjadi pasar siang dilakukan pada tanggal 3 Maret 1984 bersamaan dengan penilaian lomba desa tingkat Kabupaten. Dan waktu itu desa Banyuasin Kembaran terpilih untuk mewakili Kawedanan Loano.
Sumber : Profil Desa Tahun 1986
http://banyuasinkembaran.blogspot.com/2013/06/sejarah-desa-banyuasin-kembaran.html
0 Response to "Banyuasin"
Posting Komentar