sumber ilustrasi: asschyan.wordpress.com |
Lalu Aji Pao minta kepada ketiga Sang agar tempat itu dijadikan daerah
pemukiman dan sekaligus untuk lahan berkebun,berburu dan tempat mengelola hasil
hutan. Ketiga Sang itu akhirnya bersedia mengabulkan permintaan Aji Pao, dan
bahkan menjanjikan untuk ikut mmenjaga keamanan dan keselamatan beliau beserta
keluarga dan pengikutnya. Ternyata pilihan kerabat Sultan Kutai ini tidak salah,daerah
aliran sungai itu memang subur karena hasil panen yang pertama bulir padinya
panjang dan berisi, begitu pula labu parang yang mereka panen sangat memuaskan
. Binatang buruan seperti pelanduk dan payau mudah didapat, jerat yang di-
pasang tak pernah lepas. Begitu juga lautnya, kaya dengan berbagai macam jenis
ikan dan binatang laut yang dapat dimakan. Demikianlah, setelah Aji Pao dan
para pengikutnya berhasil membuat lumbung yang tidak hanya berisikan padi tapi
juga berbagai jenis palawija,dendeng dan salai. Maka berbaliklah Aji Pao dengan
para pengikutnya ke Kutai untuk memgabarkan situasi dan keadaan dari daerah
yang baru ini kepada masyarakat Kutai. Lalu beliau dan pengikutnya membawa
keluarga masing-masing untuk tinggal di daerah baru tersebut yang bertepatan
dengan masa pemerintahan Sultan Kutai yang ke 16 yaitu Sultan Aji Muhammad
Salehuddin (1782-1850), perpindahan itu diperkirakan sekitar tahun 1826.
Mulai tahun 1826 itulah Aji Pao diangkat oleh kaum kerabat dan pengikutnya
untuk menjadi petinggi yang pertama di kampung yang belum bernama
ini.Seterusnya tidak diketahui petinggi yang berikutnya karena minimnya
literature dan tulisan tentang perjalanan komunitas masyarakat yang baru ini,
yang jelas kita hanya mengetahui orang pertama yang mendiami sekaligus pemimpin
pertamanya.
Waktu pun terus berjalan, begitu juga halnya dengan perkembangan masyarakat
wilayah pesisir ini yang awalnya di huni oleh Melayu Kutai, yang dengan
ketekunan dan semangat bisa membangun sistem pasar. Transaksinya dengan jalan
barter atau tukar menukar barang, misalnya mereka menawarkan hasil berkebun,
hasil buruan dan laut untuk ditukarkan dengan alat keperluan rumah tangga atau
barang yang dapat mereka hasilkan, seperti tembakau,gula,garam,alat-alat berkebun
dsb. Dengan tumbuhnya system pasar membuat kampung itu makin maju dan menarik
orang seberang atau sulawesi yang biasa disebut dengan bugis dan bajao.
Hijrahnya orang sulawesi ini terjadi sejak 1900 an. Kehadiran warga seberang
ini membuat wilayah mereka semakin ramai, sehingga pendatang yang pria menikahi
wanita setempat,begitu juga sebaliknya. Tak ketingga- lan juga melayu banjar
yang datang dari selatan, turut serta membaur dan menetap di kampung ini.
Karena sulitnya komunikasi antara mereka yang berbeda bahasa, maka dipakailah
bahasa melayu yang merupakan bahasa trend di waktu itu, karena siaran radio
yang menjadi hiburan masyarakat selalu memakai bahasa melayu dan lagu-lagunya
juga melayu. Penggunaan bahasa melayu jadi bahasa sehari-hari oleh generasi
pertama yang lahir di wilayah ini pada tahun 1920 an dan terus diwariskan pada
generasi berikutnya.
Adanya tatanan masyarakat yang terus maju serta pertumbuhan penduduk akibat
kelahiran dan bertambahnya jumlah pendatang maka pasar juga ikut berkembang,
sampai-sampai para pedagang cina berbis- nis di wilayah ini, pedagang cina itu
ahli dagang makanya mereka dapat menguasai pasar dalam waktu singkat dengan
cara menawarkan barang yang memang menarik dan disukai terutama bagi para
wanita. Sedangkan di sisi lain, para pedagang cina itu bermurah hati menawarkan
barang dagangannya melalui system “ Ambil dulu, bayar nantilah”.
Dengan kemurahan hati itu, tanpa pikir lagi anggota-anggota
masyarakatnya pun mengambil, ambil dan ambil terus, masalah pembayarannya nanti
setelah mereka pulang dari berburu,berkebun dan melaut.Kebiasaan ambil dulu
bayar nanti, membuat pedagang cina terpaksa menuliskan bon untuk setiap
transaksi. Bila penghasilan mencukupi untuk membayar bon maka lunaslah, tapi
tak jarang beberapa orang tak mampu melu- nasi harga barang yang telah di
masukkan di dalam bonnya , sehingga sisa bon yang tidak terbayar itu dimasuk-
kan pedagang cina sebagai hutang.Akhirnya hutang semakin hari semakin menumpuk,
di sisi lain juga nelayan tidak dapat melaut karena cuaca buruk, maka jalan
keluarnya adalah bon,bon dan bon. Dari kebiasaan ngebon itu timbullah suatu
istilah “ Tidak bisa bayar Bon jadi Hutang,Bontang”. Mulai saat itu masyarakat
yang tinggal di muara sungai api-api mendapat sebutan sebagai masyarakat
Bontang, karena tumpukan lembaran kertas bon yang tak terbayar lalu menjadi
hutang.
Dalam cerita yang lain dari asal muasal Bontang bahwa sekitar 1900 an,
sekelompok masyarakat berdiam di suatu pesisir pantai yang rumahnya berbentuk
panggung dan berada di atas air jika terjadi air pasang,profesi mereka tukang
kayu,petani,nelayan dan pedagang. Kelompok masyarakat ini berasal dari
bermacam-macam suku yang berbeda bahasa seperti Bajao,Bugis,Kutai,Banjar,Arab
dan Melayu. Namun perbedaan bahasa itu secara bertahap di satukan oleh bahasa
melayu yang sampai sekarang tetap bertahan selama seabad atau seratus tahun.
Memang di jaman sebelum kemerdekaan RI bahasa melayu merupakan bahasa
percakapan di wilayah Kalimantan termasuk serawak,sumatera dan tanah malaka
atau Malaysia saat ini karena di saat itu belumlah ada istilah bahasa
Indonesia. Melihat keadaan masyarakat yang tinggal pesisir ini, seorang
bangsawan Kutai bernama Aji Pao yang tinggal didaerah ini menamakannya BONTANG,
yang singkatannya adalah Bon atau Bond berarti perkumpulan/gabungan dan Tang
yang diambil dari kata Pendatang.
Bontang pertama yang sekarang di sebut Bontang Kuala merupakan tempat bermukim
generasi pertama dan kedua, setelah generasi yang kedua menikah mencarilah
mereka tempat yang baru di sebelah utara atau Lok Tuan yang transportasinya
menggunakan perahu layar. Dan sebagian lagi menuju ke barat atau ke daratan
yang sekarang di sebut Bontang Baru. Generasi kedua yang lahir sekitar
1920-1930 an ini jika berkomunikasi dengan keturunannya mereka menggunakan
bahasa melayu, begitu juga dengan saudara,sepupu dan keponakannya hingga bahasa
melayu menjadi bahasa sehari-hari diantara kelompok masyarakat yang mulai
berkem- bang ini. Pengaruh kondisi alam yang panas karena berada di pesisir
pantai, bahasa melayu yang ada di sini agak kasar dan keras dibandingkan bahasa
melayu lainnya atau juga disebabkan karena pengaruh temperamen atau karakter
dari sulawesi. Dengan ciri bahasa nya maka bahasa disini sebut dengan bahasa
bontang yang induk bahasa nya berasal dari kutai melayu dengan logat bugis.
oleh ronny artha di : http://sejarah-bontang.blogspot.com/
0 Response to "Bontang"
Posting Komentar